Rabu, 02 Januari 2013

Sinopsis Cerpen Simpang Ajal


IDENTITAS CERPEN

·         Judul Cerpen       : Simpang Ajal
·         Karya                  : Satmoko Budi Santoso
·         Sumber                : http://kumpulan-cerpen.blogspot.com/
·         Diterbitkan          : Friday, December 23, 2005
·         Diambil Tanggal : 13 Desember 2012


Sinopsis

            Selesai sudah tugas Montenero, betapa tidak ia telah membunuh tiga orang. Kini ia tinggal bunuh diri saja untuk menyelesaikan masalahnya. Montenero telah mebunuh santa, denta dan martineau. Santa telah memenggal kepalah ayahnya, denta adalah orang yang menutupi mulut ayahnya agar tak bersuara ketika dibunuh dan Martineau yang mengikat tubuh ayahnya agar tidak bergerak sedikitpun  ketika menjelang kematian.
            Kini dendam montenero sudah terbalaskan, apa lagi yang ia pikirkan sehingga membuat ia menjadi bingung. Dia melihat ketiga mayat itu terdiam kaku ditanah tapi didalam batinnya begejolak untuk mengubur mayat-mayat itu. Semetinya ia tak musti ada pikiran begitu, toh tugasnya sudah selesai dan pembantaianpun sudah dilakukannya serta dendam yang selama ini bersembayam didalam jiwanya sudah lunas terbalaskan, mengapa sekarang ia masih bingung. Tetapi di sisi lain ia masih memikirkan untuk tetap menguburnya sebagai penghormatan terakhir sesama manusia.
Montenero pun bertambah bingung apa yang musti ia lakukan sekarang, ia harus mempunyai keberanian untuk tidak bersikap kaku lagi. Sebenarnya untuk keberanian ia telah memilikinya karna sudah membunuh ketiga orang tersebut. Terus apa yang ia harus perbuat, meninggalkan mayat itu atau bergegas pergi sebelum ayam berkokok dan para warga terbangun serta mengetahui perbuatan yang ia lakukan.
Montenero diam. Terpaku. Ia sebenarnya memang tidak perlu mempertimbangkan apa-apa lagi kecuali segera mengubur ketiga mayat itu serapi mungkin, agar paginya tidak sia-sia karena dikorek-korek anjing. Lantas, selesai! Sejarah baru tergores. Bapaknya yang mati sangat mengenaskan dengan kepala terpenggal dari tubuhnya, terbalas sudah. Meskipun kematian Santa, Denta, dan Martineau tidak sempurna seperti kematian bapaknya, tetapi setidaknya mati. Itu saja. Karena hanya sisa keberanian itulah yang dimilikinya. Kebetulan memang juga mati, bukan? Tuntaslah cerita ibunya yang selalu membekas dalam ingatan dan membuatnya selalu berpikir dan bersikap semirip orang sableng.
Karena kelamaan berpikir, ayam pun akhirnya berkokok bersahutan. Meskipun ayam baru berkokok, keadaan di sekitar tempat pembantaian itu sudah cerah. Udara meruapkan kesegaran. Montenero terlambat. Ia belumlah membuat perhitungan-perhitungan untuk bergegas menyuruh Belati agar mau menikamkan diri ke dada Montenero yang kini telah disesaki gebalau bingung, ketololan, amarah, dan entah apa lagi, juga entah ditujukan buat siapa lagi. Montenero betul-betul lunglai, lenyap keberanian, tercipta goresan sejarah yang entah baru entah tidak bagi dirinya.












Tidak ada komentar:

Posting Komentar