PEMBAHASAN
2.1 Masalah Pokok Pendidikan
Permasalahan pendidikan merupakan suatu kendala yang
menghalangi tercapainya tujuan pendidikan. Pada bab ini akan dibahas beberapa
hal yang merupakan permasalahan pendidikan di Indonesia. Adapun permasalahan
tersebut adalah sebagai berikut.
1. Pemerataan
Pendidikan
2. Mutu
dan Relevansi Pendidikan
3. Efisiensi
dan Efektifitas Pendidikan
Berikut ini adalah penjelasan-penjelasan mengenai 3
poin permasalahan pendidikan di atas.
2.2 Pemerataan
Pendidikan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata
pemerataan berasal dari kata dasar rata, yang berarti: 1) meliputi seluruh
bagian, 2) tersebar kesegala penjuru, dan 3) sama-sama memperoleh jumlah yang
sama. Sedangkan kata pemerataan berarti proses, cara, dan perbutan melakukan
pemerataan. Jadi dapat disimpulkan bahwa pemerataan pendidikan adalah suatu
proses, cara dan perbuatan melakukan pemerataan terhadap pelaksanaan
pendidikan, sehingga seluruh lapisan masyarakat dapat merasakan pelaksanaan
pendidikan.
Pelaksanaan pendidikan yang merata adalah pelaksanaan program pendidikan yang dapat
menyediakan kesempatan yang seluas-luasnya bagi seluruh warga negara Indonesia
untuk dapat memperoleh pendidikan. Pemerataan dan perluasan pendidikan atau
biasa disebut perluasan keempatan belajar merupakan salah satu sasaran dalam
pelaksanaan pembangunan nasional. Hal ini dimaksudkan agar setiap orang
mempunyai kesempatan yang sama unutk memperoleh pendidikan. Kesempatan
memperoleh pendidikan tersebut tidak dapat dibedakan menurut jenis kelamin, status sosial, agama, amupun
letak lokasi geografis.
Dalam propernas tahun 2000-2004 yang mengacu kepada GBHN
1999-2004 mengenai kebijakan pembangunan pendidikan pada poin pertama
menyebutkan:
“Mengupayakan perluasan dan pemeraatan memperoleh
pendidikan yang bermutu tinggi bagi seluruh rakyat Indonesia menuju terciptanya
Manusia Indonesia berkualitas tinggi dengan peninggakatan anggaran pendidikan
secara berarti“. Dan pada salah satu tujuan pelaksanaan pendidikan Indonesia
adalah untuk pemerataan kesempatan
mengikuti pendidikan bagi setiap warga negara.
Dari penjelasan tersebut dapat dilihat bahwa Pemerataan
Pendidikan merupakan tujuan pokok yang akan diwujudkan. Jika tujuan tersebut
tidak dapat dipenuhi, maka pelaksanaan pendidikan belum dapat dikatakan
berhasil. Hal inilah yang menyebabkan masalah pemerataan pendidikan sebagai
suatu masalah yang paling rumit untuk ditanggulangi.
Permasalahan Pemerataan dapat terjadi karena kurang
tergorganisirnya koordinasi antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah,
bahkan hingga daerah terpencil sekalipun. Hal ini menyebabkan terputusnya
komunikasi antara pemerintah pusat dengan daerah. Selain itu masalah pemerataan
pendidikan juga terjadi karena kurang berdayanya suatu lembaga pendidikan untuk
melakukan proses pendidikan, hal ini bisa saja terjadi jika kontrol pendidikan
yang dilakukan pemerintah pusat dan daerah tidak menjangkau daearh-daerah
terpencil. Jadi hal ini akan mengakibatkan mayoritas penduduk Indonesia yang
dalam usia sekolah, tidak dapat mengenyam pelaksanaan pendidikan sebagaimana
yang diharapkan.
Permasalahan pemerataan pendidikan dapat ditanggulangi
dengan menyediakan fasilitas dan sarana belajar bagi setiap lapisan masyarakat
yang wajib mendapatkan pendidikan. Pemberian sarana dan prasrana pendidikan
yang dilakukan pemerintah sebaiknya dikerjakan setransparan mungkin, sehingga
tidak ada oknum yang dapat mempermainkan program yang dijalankan ini.
2.3
Mutu dan Relevansi Pendidikan
Mutu sama halnya dengan memiliki kualitas dan bobot. Jadi
pendidikan yang bermutu yaitu pelaksanaan pendidikan yang dapat menghsilkan
tenaga profesional sesuai dengan kebutuhan negara dan bangsa pada saat ini.
Sedangkan relevan berarti bersangkut paut, kait mangait, dan berguna secara
langsung.
Sejalan dengan proses pemerataan pendidikan, peningkatan
mutu untuk setiap jenjang pendidikan melalui persekolahan juga dilaksanakan.
Peningkatan mutu ini diarahkan kepada peningkatan mutu masukan dan lulusan,
proses, guru, sarana dan prasarana, dan anggaran yang digunakan untuk menjalankan
pendidikan.
Rendahnya mutu dan relevansi pendidikan dipengaruhi oleh
beberapa faktor. Faktor terpenting yang mempengaruhi adalah mutu proses
pembelajaran yang belum mampu menciptakan proses pembelajaran yang berkualitas.
Hasil-hasil pendidikan juga belum didukung oleh sistem pengujian dan penilaian
yang melembaga dan independen, sehingga mutu pendidikan tidak dapat dimonitor
secara ojektif dan teratur.Uji banding antara mutu pendidikan suatu daerah
dengan daerah lain belum dapat dilakukan sesuai dengan yang diharapkan. Sehingga
hasil-hasil penilaian pendidikan belum berfungsi unutk penyempurnaan proses dan
hasil pendidikan.
Selain itu, kurikulum sekolah yang terstruktur dan sarat
dengan beban menjadikan proses belajar menjadi kaku dan tidak menarik.
Pelaksanaan pendidikan seperti ini tidak mampu memupuk kreatifitas siswa unutk
belajar secara efektif. Sistem yang berlaku pada saat sekarang ini juga tidak
mampu membawa guru dan dosen untuk melakukan pembelajaran serta pengelolaan
belajar menjadi lebih inovatif.
Akibat dari pelaksanaan pendidikan tersebut adalah
menjadi sekolah cenderung kurang fleksibel, dan tidak mudah berubah seiring
dengan perubahan waktu dan masyarakat. Pada pendidikan tinggi, pelaksanaan
kurikulum ditetapkan pada penentuan cakupan materi yang ditetapkan secara
terpusat, sehingga perlu dilaksanakan perubahan kearah kurikulum yang berbasis
kompetensi, dan lebih peka terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi.
Rendahnya mutu dan relevansi pendidikan juga disebabkan
oleh rendahnya kualitas tenaga pengajar. Penilaian dapat dilihat dari
kualifikasi belajar yang dapat dicapai oleh guru dan dosen tersebut. Dibanding
negara berkembang lainnya, maka kualitas tenaga pengajar pendidikan tinggi di
Indonesia memiliki masalah yang sangat mendasar.
Melihat permasalahan tersebut, maka dibutuhkanlah
kerja sama antara lembaga pendidikan dengan berbagai organisasi masyarakat.
Pelaksanaan kerja sama ini dapat meningkatkan mutu pendidikan.
Dapat dilihat jika suatu lembaga tinggi melakukan
kerja sama dengan lembaga penelitian atau industri, maka kualitas dan mutu dari
peserta didik dapat ditingkatkan, khususnya dalam bidang akademik seperti tekonologi industri.
2.4
Efisiensi
dan Efektifitas Pendidikan
Sesuai dengan pokok permasalahan pendidikan yang ada
selain sasaran pemerataan pendidikan dan peningkatan mutu pendidikan, maka ada
satu masalah lain yang dinggap penting dalam pelaksanaan pendidikan, yaitu
efisiensi dan efektifitas pendidikan. Permasalahan efisiensi pendidikan
dipandang dari segi internal pendidikan. Maksud efisiensi adalah apabila
sasaran dalam bidang pendidikan dapat dicapai secara efisien atau berdaya guna.
Artinya pendidikan akan dapat memberikan hasil yang baik dengan tidak menghamburkan
sumberdaya yang ada, seperti uang, waktu, tenaga dan sebagainya.
Pelaksanaan proses pendidikan yang efisien adalah
apabila pendayagunaan sumber daya seperti waktu, tenaga dan biaya tepat
sasaran, dengan lulusan dan produktifitas pendidikan yang optimal. Pada saat
sekarng ini, pelaksanaan pendidikan di Indonesia jauh dari efisien, dimana
pemanfaatan segala sumberdaya yang ada tidak menghasilkan lulusan yang
diharapkan. Banyaknya pengangguran di Indonesia lebih dikarenakan oleh kualitas
pendidikan yang telah mereka peroleh. Pendidikan yang mereka peroleh tidak
menjamin mereka untuk mendapat pekerjaan sesuai dengan jenjang pendidikan yang
mereka jalani.
Pendidikan yang efektif adalah pelaksanaan
pendidikan dimana hasil yang dicapai sesuai dengan rencana / program yang telah
ditetapkan sebelumnya. Jika rencana belajar yang telah dibuat oleh dosen dan
guru tidak terlaksana dengan sempurna, maka pelaksanaan pendidikan tersebut
tidak efektif.
Tujuan dari pelaksanaan pendidikan adalah untuk
mengembangkan kualitas SDM sedini mungkin, terarah, terpadu dan menyeluruh
melalui berbagai upaya. Dari tujuan
tersebut, pelaksanaan pendidikan Indonesia menuntut untuk menghasilkan peserta
didik yang memeiliki kualitas SDM yang mantap. Ketidakefektifan pelaksanaan
pendidikan tidak akan mampu menghasilkan lulusan yang berkualitas. Melainkan
akan menghasilkan lulusan yang tidak diharapkan. Keadaan ini akan menghasilkan
masalah lain seperti pengangguran.
Penanggulangan masalah pendidikan ini dapat
dilakukan dengan peningkatan kulitas tenaga pengajar.
Jika kualitas tenaga pengajar baik, bukan tidak
mungkin akan meghasilkan lulusan atau produk pendidikan yang siap untuk
mengahdapi dunia kerja. Selain itu, pemantauan penggunaan dana pendidikan dapat
mendukung pelaksanaan pendidikan yang efektif dan efisien. Kelebihan dana dalam pendidikan lebih mengakibatkan
tindak kriminal korupsi dikalangan pejabat pendidikan.
Pelaksanaan pendidikan yang lebih terorganisir dengan
baik juga dapat meningkatkan efektifitas dan efisiensi pendidikan. Pelaksanaan
kegiatan pendidikan seperti ini akan lebih bermanfaat dalam usaha penghematan
waktu dan tenaga.
2.5
Faktor Pendukung Masalah Pendidikan
Masalah pokok pendidikan akan terjadi di dalam dalam
bidang pendidikan itu sendiri. Jika di analisis lebih jauh, maka sesungguhnya
permasalahan pendidikan berkaitan dengan beberapa faktor yang menyebabkan
terjadinya masalah itu. Adapun faktor-faktor yang dapat menimbulkan
permasalahan pokok pendidikan tersebut adalah sebagai berikut.
1. IPTEK
2. Laju
Pertumbuhan Penduduk
3. Permasalah
Pembelajaran
2.6 IPTEK
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pada
saat ini berdampak pada pendidikan di Indonesia. Ketidaksiapan bangsa menerima
perubahan zaman membawa perubahan tehadap mental dan keadaan negara ini. Bekembangnya
ilmu pengetahuan telah membentuk teknologi baru dalam segala bidang, baik
bidang social, ekonomi, hokum, pertanian dan lain sebagainya.
Sebagai negara berkembang Indonesia dihadapkan
kepada tantangan dunia global. Dimana segala sesuatu dapat saja berjalan dengan
bebas. Keadaan seperti ini akan sangat mempengaruhi keadaan pendidikan di
Indonesia. Penemuan teknologi baru di dalam dunia pendidikan, menuntut
Indonesia melakukan reformasi dalam bidang pendidikan. Pelaksanaan reformasi
tidaklah mudah, hal ini sangat menuntut kesiapan SDM Indonesia untuk
menjalankannya.
10
2.7 Laju Pertumbuhan
Penduduk
Laju pertumbuhan yang sangat pesat akan berpengaruh
tehadap masalah pemerataan serta mutu dan relevansi pendidikan. Pertumbuhan
penduduk ini akan berdampak pada jumlah peserta didik. Semakin besar jumlah
pertumbuhan penduduk, maka semakin banyak dibutuhkan sekolah-sekolah unutk
menampungnya. Jika daya tampung suatu sekolah tidak memadai, maka akan banyak
peserta didik yang terlantar atau tidak bersekolah. Hal ini akan menimbulkan
masalah pemerataan pendidikan.
Tetapi apabila jumlah dan daya tampung suatu sekolah
dipaksakan, maka akan terjadi ketidakseimbangan antara tenaga pengajar dengan
peserta didik. Jika keadaan ini dipertahankan, maka mutu dan relevansi
pebdidikan tidak akan dapat dicapai dengan baik.
Sebagai negara yang berbentuk kepulauan, Indonesia
dihadapkan kepada masalah penyebaran penduduk yang tidak merata. Tidak heran
jika perencanaan, sarana dan prasarana pendidikan di suatu daerah terpencil
tidak terkoordinir dengan baik. Hal ini diakibatkan karena lemahnya kontrol
pemerintah pusat terhadap daerah tersebut. Keadaan seperti ini adalah masalah
lainnya dalam bidang pendidikan.
Keterkaitan antar masalah ini akan berdampak kepada
keadaan pendidikan Indonesia.
2.8 Permasalahan
Pembelajaran
Pelaksanaan kegiatan belajar adalah sesuatu yang
sangat penting dalam dunia pendidikan. Dalam kegiatan belajar formal ada dua
subjek yang berinteraksi, Yaitu pengajar/pendidik (guru/dosen) dan peserta
didik ( murid/siswa, dan mahasiswa).
Pada saat sekarang ini, kegiatan pembelajaran yang
dilakukan cenderung pasif, dimana seorang pendidik selalu menempatkan dirinya
sebagai orang yang serba tahu. Hal ini akan menimbulkan kejengahan terhadap
peserta didik. Sehingga pembelajaran yang dilakukan menjadi tidak menarik dan
cenderung membosankan. Kegiatan belajar yang terpusat seperti ini merupakan
masalah yang serius dalam dunia pendidikan.
Guru / dosen yang berpandangan kuno selalu
menganggap bahwa tugasnya hanyalah menyampaikan materi, sedangakan tugas
siswa/mahasiswa adalah mengerti dengan apa yang disampaikannya. Bila peserta
didik tidak mengerti, maka itu adalah urusan mereka.
Tindakan seperti ini merupakan suatu paradigma kuno
yang tidak perlu dipertahankan. Dalam
hal penilaian, Pendidik menempatkan dirinya sebagai penguasa nilai. Pendidik
bisa saja menjatuhkan, menaikan, mengurangi dan mempermainkan nilai perolehan
murni seorang peserta didik. Pada satu kasus di pendidikan tinggi, dimana
seorang dosen dapat saja memberikan nilai yang diinginkannya kepada mahasiswa
tertentu, tanpa mengindahkan kemampuan atau skill yang dimiliki oleh mahasiswa
tersebut. Proses penilaian seperti sungguh sangat tidak relevan.
2.9
Penanggulangan Masalah Pembelajaran
Penanggulangan masalah pembelajaran ini lebih
diarahkan kepada pokok permasalahan pendidikan di atas.
3.1 Gaya Belajar
Untuk menanggulangi masalah pembelajaran ini,
diperlukan pelaksanaan kegiatan belajar baru yang lebih menarik. Gaya belajar
dapat dilakukan dalam 3 bentuk, dan dilaksanakan pada saat yang bersamaan.
Yaitu belajar secara Somatis, Auditori dan Visual.
- Somatis
Somatic bersal
dari bahasa Yunani, yang berarti tubuh. Jadi belajar somatis dapat disebut
sebagai balajar dengan menggunakan indra peraba, kinestetis, praktis, dan
melibatkan fisik serta menggunakan dan menggerakkan tubuh sewaktu belajar.
Dalam pelaksanaan kegiatan belajar pada saat ini otak merupkan organ tubuh yang
paling dominan. Pembelajaran yang dilakukan seperti merupakan kegiatan yang
sangat keliru.
Anak-anak yang
bersifat somatis tidak akan mampu untuk duduk tenang. Mereka harus menggerakkan
tubuh mereka untuk membuat otak dan pikiran mereka tetap hidup. Anak-anak
seperti ini disebut sebagai “Hiperaktif“. Pada sejumlah anak, sifat hiperaktif
itu normal dan sehat. Namun yang dijumpai pada anak-anak hiperaktif adalah
penderitaan, dimana sekolah mereka tidak mampu dan tidak tahu cara
memperlakukan mereka. Aktivitas anak-anak yang hiperaktif cenderung dianggap
mengganggu, tidak mampu belajar dan mengancam ketertiban proses pembelajaran.
Dalam satu
penelitian disebutkan bahwa “jika tubuhmu tidak bergerak, maka otakmu tidak
beranjak“. Jadi menghalangi gaya belajar anak somatis dengan menggunakan tubuh
sama halnya dengan menghalangi fungsi pikiran sepenuhnya. Mungkin dalam
beberapa kasus, sistem pendidikan dapat membuat cacat belajar anak, dan bukan
menggangu jalannya pembelajaran.
- Auditori
Pikiran
auditori lebih kuat dari yang kita sadari. Telinga terus menerus menangkap dan
menyimpan informasi auditori, dan bahkan tanpa kita sadari. Begitu juga ketika
kita berbicara, area penting dalam otak kita akan menjadi aktif.
Semua
pembelajaran yang memiliki kecenderungan auditori, belajar dengan menggunakan
suara dari dialog, membaca dan menceritakan kepada orang lain. Pada saat
sekarang ini, budaya auditori lambat laun mulai menghilang. Seperti adanya
peringatan jangan berisik di perpustakaan telah menekan proses belajar secara
auditori.
- Visual
Ketajaman
visual merupakan hal yang sangat menonjol bagi sebagian peserta didik.
Alasaannya adalah bahwa dalam otak seseorang lebih banyak perangkat untuk
memproses informasi visual daripada semua indra yang lain.
Setiap orang
yang cenderung menggunakan gaya belajar visual akan lebih mudah belajar jika
mereka melihat apa yang dibicarakan olah guru atau dosen. Peserta didik yang
belajar secara visual akan menjadi lebih baik jiak dapat melihat contoh dari
dunia nyata, diagram, peta gagasan, ikon, gambar, dan gambaran mengenai suatu
konsep pembahasan.
Peserta didik yang belajar secara visual ini,
akan lebih baik jika mereka menciptakan peta gagasan, diagram, ikon dan gambar
lainnya dengan kreasi mereka sendiri.
2.11
Gaya Mengajar
Pelaksanaan pembelajaran sangat ditunjang oleh keahlian
pendidik dalam mengatur suasana kelasnya. Seringkali dalam proses penyampaian
materi, pendidik langsung mengajar apa adanya. Ada pendidik yang tidak mau
memikirkan cara menyampaikan materi pelajaran yang akan dibahasnya.
Menyampaikan materi bukan hanya sekedar berbicara di
depan kelas saja, tetapi suatu cara dan
kemampuan untuk membawakan materi pelajaran menjadi suatu bentuk presentasi
yang menarik, menyenangkan, mudah dipahami dan diingat oleh peserta didik.
Dalam hal ini, komunikasi menjadi lebih penting. Dengan komunikasi seseorang
bisa mengerti dengan apa yang dibicarakan.
Komunikasi yang efektif tidak berarti pasti dan harus
dapat menjangkau 100%. Komunikasi yang efektif berarti mengerti dengan tanggung
jawab dalam proses menyampaikan pemikiran, penjelasan, ide, pandangan dan
informasi. Dalam komunikasi pembelajaran, sering dijumpai permasalahan, yaitu
masalah mengerti dan tidak mengerti. Jika peserta didik tidak mengerti dengan
apa yang disampaikan pendidik, maka tanggung jawab seorang pendidiklah untuk
membuat mereka menjadi lebih mengerti.
Jika dulu pendidik dipandang sebagai sumber informasi
utama, maka pada saat sekarang ini pandangan seperti itu perlu disingkirkan.
Sumber-sumber informasi pada abad ini telah menimbulkan kelebihan informasi
bagi setiap manusia di muka bumi ini. Informasi yang tersedia jauh lebih banyak
dari yang dibutuhkan. Hal inilah yang menyebabkan peninjauan kembali terhadap
gaya belajar masa kini. Oleh karena itu peran utama seorang pendidik perlu
diperbaharui. Peran pendidik seharusnya adalah sebagai fasilitator dan katalisator.
Peran guru sebagai fasilitator adalah menfasilitasi
proses pembelajaran yang berlangsung di kelas. Dalam hal ini, peserta didik
harus berperan aktif dan bertanggung jawab terhadap hasil pembelajaran. Karena
sebagai fasilitator, maka posisi peserta didik dan pendidik adalah sama.
Sedangkan peran pendidik sebagai katalisator adalah
dimana pendidik membantu anak-anak didik dalam menemukan kekuatan, talenta dan
kelebihan mereka. Pendidik bergerak sebagai
pembimbing yang membantu, mangarahkan dan mengembangkan aspek kepribadian,
karakter emosi, serta aspek intelektual peserta didik. Pendidik sebagai
katalisator juga berarti mampu menumbuhkan dan mengembangkan rasa cinta
terhadap proses pembelajaran, sehingga tujuan pembelajran yang diinginkan dapat
terjadi secara optimal.
Gaya mengajar seperti ini akan lebih bermanfaat dalam
proses peningkatan mutu, kualitas, efektifitas dan efisiensi pendidikan.
BAB
IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Kesimpulan-kesimpulan yang dapat ditarik dari makalah ini
adalah sebagai berikut.
1. Dalam usaha pemerataan pendidikan, diperlukan pengawasan
yang serius oleh pemerintah. Pengawasan tidak hanya
dalam bidang anggaran pendidikan, tetapi juga dalam bidang mutu, sarana dan
prasarana pendidikan. Selain itu, perluasan kesempatan belajar pada jenjang
pendidikan tinggi merupakan kebijaksanaan yang penting dalam usaha pemerataan
pendidikan.
2.
Pendidikan
(dengan Bidang terkait) dalam usaha pengendalian laju pertumbuhan penduduk
sangat diperlukan. Pelaksaaan program ini dapat ditingkatkan dengan
mengakampanyekan program KB dengan sebaik-baiknya hingga pelosok negeri ini.
3.
Pelaksanaan
program belajar dan mengajar dengan inovasi baru perlu diterapkan. Hal ini
dilakukan karena cara dan sistem pengajaran lama tidak dapat diterapkan lagi.
4.
Sistem
pendidikan Indonesia dapat berjalan dengan lancar jika kerja sama antara
unsur-unsur pendidikan berlangsung secara harmonis. Pengawasan yang dilakukan
pemerintah dan pihak-pihak pendidikan terhadap masalah anggaran pendidikan akan
dapat menekan jumlah korupsi dana di dalam dunia pendidikan.
5.
Peningkatan
mutu pendidikan akan dapat terlaksana jika kemampuan dan profesionalisme
pendidik dapat ditingkatkan.
4.2
Saran
Adapun saran-saran dalam makalah permasalahan
pendidikan ini adalah sebagai berikut.
1. Perlu
dilakukan perubahan yang lebih mengarah pada kurikulum berbasis kompetensi,
serta lebih adaptif terhadap perkembangan ilmu pengetahuan Dan teknologi, serta
kebutuhan masyarakat pada saat ini.
2. Perlunya
ditingkatkan kualitas pendidik dalam usaha Peningkatan mutu pendidikan. Hal ini
dapat dilakukan dengan meggunakan metoda baru dalam pelaksanaan pembelajaran.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar